Cinta Diujung Jendela
Dalam anganku tersirat bayangmu
Aku ingat ketika aku menatapmu
Aku merasa derita dalam sukmaku
Hati ini menginginkanmu
Tapi puncak kesadaran mengguncangku
Menampar setiap urat nadiku
Menghinakan aku “wanita kotor, pantaskah kau disandingnya?”
Sempat aku menangis
Tetapi sukma menegakkan ruas
Aku diam, berpikir sejenak
“Tidak. Dia yang tak pantas bersanding denganku.”
Lalu ia bungkam
Aku menyiksa batinku
Dalam anganku tersirat bayangmu
Bayang semu, hanya itu yang ditemu
Kamu dinyatakan dalam khayalan
Tak ada lagi rupa yang akan kukata
Tak ada lagi sukma yang mengudara
Tak ada lagi cinta diujung jendela
Dalam anganku tersirat bayangmu
20 Juni 2014
00:31-00:57 W.I.B.
Di bawah temaram bulan yang merona menebar kesunyian malam
Aku duduk disana, merengkuh segala yang ada tanpa arti yg kulihat
Hembusan angin menerpa, dingin menusuk rusuk
Dan luka yang semakin membengkak tak kunjung datang tambatan
Ku sibukkan diri mengorek tanah yang tak kunjung berdasar
Pamer pesona di Malam
Bulan Terkekeh
Di bawah temaram bulan yang merona menebar kesunyian malam
Aku duduk disana, merengkuh segala yang ada tanpa arti yg kulihat
Hembusan angin menerpa, dingin menusuk rusuk
Dan luka yang semakin membengkak tak kunjung datang tambatan
Ku sibukkan diri mengorek tanah yang tak kunjung berdasar
Lalu aku jemu
dibuatnya!
Kutatap langit namun bulan terkekeh
Kutatap langit namun bulan terkekeh
Seolah tau sebab
nasib diriku
Pamer pesona di Malam
Karna ia satu-satu nya
ratu disana.
Dan aku,
Dan aku,
Begitu jauh dan
kecil baginya
Aku tak nampak oleh satu bintang pun disana
Aku tak nampak oleh satu bintang pun disana
Rupa Yang Hilang
Angin
yang menghantarkan aku ke cakrawalar
Keriap
cahaya membiaskan bayang
Lalu
kutangkap sesosok rupa yang hilan
Sosok
yang dicuri dari hayal
Senja
kala itu menyematkan cahaya dilubuk rasa
Menggemingkan
dunia yang seolah tak beranjak dari tempatnya
Hanya
ruh yang bertautan mengidung ke langit cinta
Hasrat
ini bergetar merindukan tuannya
Yang
kupuja kini telah tiba di muara jiwa
Desember
2014
Syair Pujangga
Lantunan
syair-syair elok mu di embun pagi
Buatku
terbuai lantas lemas terkulai
Ya
Pujangga...
Yang menjejalkan
kaki mengitari jagad khayal
Lalu menari-nari
dalam awan lamunan
Kau merasuk
di dada
Menggejolakkan
kembali jiwa dari tidur panjang
Aduhai...
Janganlah
redup syair itu
Lantunkanlah
sepanjang waktu
Buailah aku
selalu
Sungguh aku
tak ingin beranjak dari peluk syairmu
Tak peduli
matahari meninggi
Tak peduli
bulan datang dan pergi lagi
Ya Pujangga...
Syairmu
telah mengecup bibir
Kini benar
aku terbangun dari mimpi
Dan aku
inginkan engkau disini
27 Desember
14
15:22 W.I.B